Bebe yang Baik Hati

Di suatu siang yang terik, Cici si kelinci, Momo si monyet, Bubu si burung, dan Ruru si rusa tengah bermain berkejar-kejaran. Saking asiknya mereka bermain, tak disangka mereka telah masuk ke tengah hutan. Ruru yang menyadari mulai panik dan ketakutan, “Teman-teman, kita ada di tengah hutan. Bagaimana ini? Kita terlalu jauh bermain.” Sahutnya terengah.

Momo berhenti melompat-lompat, memandang berkeliling, “Astaga, kita berada di tempat para beruang pemakan daging, Mereka sangat buas. Bagaimana ini? Aku lupa jalan pulang.” Momo mulai panik.

Cici memandang berkeliling mengikuti arah Momo memandang, “Kamu yakin, kamu lupa jalan pulang?” Tanya Cici pada Momo berharap Momo bercanda pada ucapannya.

Momo berbalik menatap Cici dan mengangguk, “Aku lupa jalannya, Ci. Seharusnya tadi aku memberi tanda pada batang pohon yang kita lewati tadi dengan pita merah, tapi aku lupa membawa pitanya. Maafkan aku.” Momo menunduk tak berani menatap teman-temannya.

Bubu terdiam, dia mendengar suatu pertanda kehadiran hewan lain, “Sssttt, coba kalian dengar, apakah kalian mendengar sesuatu yang bergerak di dekat sini?” Tanya Bubu pelan.

Ketiga temannya saling menatap cemas, “Itu beruang!!” Momo yang melihat sosok beruang yang muncul dari balik semak-semak di dekatnya berteriak kencang dan langsung berlari melompat cepat diikuti teman-temannya. “Aaa… toloooonngg!!” Teriak mereka serempak.
Saking cepatnya mereka melarikan diri, Ruru tak melihat ada batang pohon yang tumbang di depannya.
Bruk! Ruru terjatuh, Namun terlambat, ketika Ruru tengah berusaha berdiri dan kembali berlari, dia merasakan kakinya sakit. Rupanya kaki Ruru terkilir. Ketiga temannya hendak menolongnya, namun beruang itu semakin mendekati mereka,

“Ruruuu!!” Momo berteriak kencang memberikan isyarat pada Ruru untuk segera bangkit. Ruru menggeleng lemah, “Aku tak bisa berdiri, kakiku terkilir. Kalian pergilah, aku tak apa di sini sendiri.” Sahut Ruru lemah.

Cici menghampiri Ruru perlahan, “Kami tidak akan bisa pulang tanpa kamu, Ruru. kamu teman kami.” Ucapnya seraya mengulurkan kaki depannya menolong ruru untuk bangkit.

Graooorrr!! Beruang itupun semakin mendekat membuat mereka semakin panik.

“Aaa… tolooong, jangan makan kamiii!!” Teriak Momo histeris.

Beruang kecil itu mendekati mereka perlahan. Momo, Cici, Ruru, dan Bubu berpelukan erat ketakutan, “Tolong, ampuni kami. Kami tak sengaja memasuki wilayahmu.” Sahut Cici ketakutan.

“Kami hanya ingin menolong teman kami yang kakinya terkilir. Maafkan kami, sudah mengganggu tidur siangmu.” Lanjut bubu seraya mendekap teman-temannya erat.

Ruru menangis, “Makanlah aku, jangan makan teman-temanku. Ini semua salahku mengajak mereka bermain terlalu dalam.” Kata Ruru terisak.

Beruang kecil itu hanya memandang mereka terdiam, “Aku bisa mengurut kakimu agar kamu bisa berlari lagi.” Sahut beruang kecil itu seraya memegang kaki Ruru.

“Tidaaakkk!! jangan makan Ruru!” Cici terisak mendapati si beruang memegang kaki Ruru, ini pasti tipuannya, setelah ini pasti dia akan memakan Ruru, Cici membatin.

Si beruang kecil menunduk, “Aku ingin membantu kalian. Aku ingin berteman dengan kalian. Aku tidak punya teman. Setiap ada kawanan hewan lain yang tengah bermain, aku selalu ingin menyapa mereka, tapi mereka selalu berlari ketakutan. Padahal aku tidak ingin memangsanya. Aku hanya ingin berteman.” Sahutnya pelan. Cici saling menatap dengan teman-temannya. “Aku memang pemakan daging, tapi aku bukan pemangsa seperti beruang pada umumnya. Aku memakan bangkai hewan yang sudah mati, bukan mengejar hewan lain yang masih hidup untuk kumakan. Meskipun begitu, tetap saja aku tak punya teman.” Lanjut si beruang kecil sedih.

Momo mendekati beruang kecil, mengulurkan tangannya, “Jika memang kamu ingin berteman, mari berteman denganku, tapi kamu jangan memakan aku. Aku Momo.” Kata Momo seraya tersenyum.

Cici dan Bubu berpandangan. Ruru berhenti menangis. Si beruang kecil menerima uluran tangan Momo dan tersenyum, “Aku Bebe. Terima kasih sudah bersedia menjadi temanku.”

Momo tersenyum, “Oh iya, katamu kamu bisa mengurut kaki temanku yang terkilir? Coba tolong urut kaki Ruru yang terkilir, kamu bisa, kan?” Tanya Momo begitu mulia berteman dengan Bebe.

Cici mendekati Bebe takut-takut, “Tolong sembuhkan temanku ya.” Pintanya pelan.

Bebe mengangguk tersenyum dan berjalan mendekati Ruru yang terdiam melihatnya. Bebe mengurut kakinya, sementara Ruru hanya meringis menahan sakit. “Sudah. Coba kamu berdiri dan berjalanlah pelan-pelan.” Perintah Bebe begitu dia selesai mengurutnya.

Ruru berdiri perlahan dan mulai berjalan, “Eh, aku sudah bisa berjalan. Wah, terima kasih, Bebe.” Ujar Ruru tertawa senang. Cici dan Bubu mengangguk-angguk dan tersenyum melihat Ruru sudah bisa berjalan,

“Terima kasih sudah menolong teman kami. Aku Bubu.” Bubu terbang dan hinggap di pundak Bebe memperkenalkan diri.

“Aku Cici, salam kenal ya, Bebe.” Cici tersenyum mengulurkan kaki depannya pada Bebe. Bebe membalas dengan tersenyum. Cici menatap Bebe bertanya, “Oh iya, mengapa kamu mau menolong kami, Be?”

Bebe mengangguk-angguk, “Bukankah Tuhan menciptakan kita untuk saling tolong menolong? Aku hanya ingin berbuat kebaikan sebelum aku mati, agar Tuhan senang telah menciptakan aku.” Jawab Bebe.

Cici tersenyum mengangguk-angguk dengan mata berbinar mendengarnya, “Tentu saja, bu guru di sekolah kami juga mengatakan, kalau kita hidup harus saling tolong menolong. Bukan begitu, Teman-teman?” Tanya Cici pada teman-temannya. Teman-temannya mengangguk-angguk setuju.

“Jadi kalian mau menjadi temanku?” Tanya Bebe.

“Tentu saja, asal kamu jangan memakan kami.” Ujar Ruru yang disambut tawa oleh Bebe dan teman-temannya.

Comments

Bintangberkisah said…
Benar-benar kisah fabel yang keren!! Jaga semangat untuk terus menulis dan blogging, ya! :))

Popular posts from this blog

Pengobatan Anak Alergi: Skin Prick Test dan Imunoterapi

Pengalaman Menginap di Bandara Ngurah Rai Bali

Makanan Khas Negara ASEAN Ini Jangan Sampai Kamu Lewatkan