#FF tentang logika dan perasaan
“Berapa kali kau jatuh cinta?” Aku menatapnya sekilas, lalu kembali serius menatap es jeruk yang tengah kuaduk-aduk dengan sedotan berleher angsa. “Nay?” “Hm?” aku menggumam pendek, malas menjawab. “Boleh kutebak? ehm…” “Dua.” aku menyela, mengacungkan kedua jari tengah dan telunjukku di depannya. Persis di depan wajahnya. Lucu sekali ekspresinya, kaget melihat jariku tiba-tiba mengacung. Aku tertawa kecil. “Kenapa memangnya?” Dia mendengus, “Aku nggak percaya.” “Baguslah. Kalau kau percaya jadi musyrik ntar.” aku terkekeh, dia mendelik sebal. Sekali lagi, tatapannya menyelidik, “Berapa?” Persis orang depresi yang tengah diinterogasi, aku menghela napas panjang pendek, ikut sebal. Eh, bukankah yang sebal seharusnya aku ya? “Mau apa emang?” tanyaku balik setelah menyesap sedikit es jerukku yang tinggal separuh. Lihat saja, tak sampai sepuluh menit aku pasti memesan es jeruk gelas ketiga. Kelewatan memang rasa cintaku pada es jeruk ini. Dia menyunggingkan senyum