Posts

Showing posts from June, 2012

#FF tentang logika dan perasaan

“Berapa kali kau jatuh cinta?” Aku menatapnya sekilas, lalu kembali serius menatap es jeruk yang tengah kuaduk-aduk dengan sedotan berleher angsa. “Nay?” “Hm?” aku menggumam pendek, malas menjawab. “Boleh kutebak? ehm…” “Dua.” aku menyela, mengacungkan kedua jari tengah dan telunjukku di depannya. Persis di depan wajahnya. Lucu sekali ekspresinya, kaget melihat jariku tiba-tiba mengacung. Aku tertawa kecil. “Kenapa memangnya?” Dia mendengus, “Aku nggak percaya.” “Baguslah. Kalau kau percaya jadi musyrik ntar.” aku terkekeh, dia mendelik sebal. Sekali lagi, tatapannya menyelidik, “Berapa?” Persis orang depresi yang tengah diinterogasi, aku menghela napas panjang pendek, ikut sebal. Eh, bukankah yang sebal seharusnya aku ya? “Mau apa emang?” tanyaku balik setelah menyesap sedikit es jerukku yang tinggal separuh. Lihat saja, tak sampai sepuluh menit aku pasti memesan es jeruk gelas ketiga. Kelewatan memang rasa cintaku pada es jeruk ini. Dia menyunggingkan senyum

#FF menanti lampu hijau

Image
                                               Malam ini adalah malam kedua ribu seratus sembilan puluh dua aku mengejarnya --lelaki berhandband putih dengan headset melekat erat di telinga-- yang tak kunjung teraih. Meski secara logika kadang aku merasa yakin akan tingkahku, tapi pada kenyataannya, meraihnya justru ibarat mengoyak lautan dengan jemari. Mustahil. Justru semakin dalam lukaku tertoreh, menganga tanpa ampun, mengucur deras, tanpa obat.  Kau pernah tahu, kata orang, kejarlah cintamu hingga suatu waktu dia akan menggelepar tak berdaya lalu meraihmu? Itu kata orang. Bukan kataku.  Kalau aku boleh berkata; iya, memang antara logika dan perasaan adalah seimbang. Tapi, coba kau lihat sejauh mana usahamu untuk mendapatkannya? Perasaan itu akan menyesuaikan logika jika pada akhirnya kenyataan memang tidak memungkinkan kalian untuk bersama. Sudah mentok kau mengejarnya? Sudah lelah kau ingin mendapatkannya?  Ah, teori. Memang. Klise itu. Aku tersenyum mendengar

#FF perbedaan atau persamaan?

Udara sore itu dingin sekali --untuk ukuran kami yang tengah berada di dataran tinggi, kawasan Bumiaji kota Batu-- duduk bersantai di balkon lantai dua, menatap hamparan kebun bunga perusahaan-perusahaan perkebunan dan bunga potong yang tampak dari balkon. Di sebuah meja-kursi kayu yang ada di balkon, kami --aku dan suamiku-- duduk saling bersisian menikmati sore yang sebentar lagi berganti senja lalu petang. Obrolan ringan dibumbui tawa mendominasi pembicaraan kami yang baru berumur empat bulan usia pernikahan. Dua cangkir teh panas yang kubuat untukku dan dia tersisa separuh, rasanya pun tak lagi panas, cenderung dingin akibat udara yang menyergap dan durasi yang lama dari awal kami duduk.  Dalam diam, aku menatapnya lamat-lamat. Terselip rasa senang bukan main mendapatkan suami yang kuidamkan. Bersyukur mendapatkannya tanpa terlalu banyak kegalauan yang seperti kawanku lakukan. Aneh? barangkali iya.  Katakanlah, usia dua puluh dua adalah usia rawan gadis untuk ditanyai &quo