Posts

Showing posts from February, 2013

Satu

Aku tengah mencari blok kios sayur di pasar tradisional bersama seorang teman laki-laki yang bertugas sebagai kameramenku. Lumayan ribet mencari kios yang aku sendiri lupa tempatnya di mana. "Sori, aku agak lupa. Seingatku di blok ini," aku menjentikkan telunjuk, mengetuk-ngetuk dagu sembari terus berjalan mendahului Reski, kameramenku. Hari ini rencananya kami mau meliput usaha sayur milik Bu Rosyidah yang katanya sudah buka sejak tahun 70-an. Bahkan sempat mengalami kebakaran dua kali saat Pasar Wonokromo ludes dilalap si jago merah di tahun 1992 dan 2002. Hebatnya, beliau tidak patah arang, tetap berdagang sayur meski kala itu keuangan sedang carut marut. "Ingat?" Reski menegurku. Membuat langkahku perlahan terhenti dan melihat sekeliling. Tidak ada satupun wajah pedagang yang kukenal. Aku menggeleng. "Mestinya kiosnya di sini. Tapi aku lupa," ujarku lemah. Kebiasaan disorientasi tempat dan arahku selalu kambuh. Hampir setiap hari bahkan. Empat-lima

Kurator Liwung

"Tahu apa kau tentang profesiku, hah?" pria berkulit cokelat, hidung mancung dengan gurat wajah tegas itu menggebrak nakas, marah. Pandangannya galak merasuk manik hitam perempuan di depannya yang pura-pura kaget dengan alis terangkat. Perempuan bernama Ribka itu tersenyum sinis. "Kubilang begitu karena aku tahu persis seperti apa duniamu," dengan terampil, perempuan itu memutar pemantik, memainkan ujung api yang menyembur. "Tahu dari mana? Dunia kita berbeda. Kau hanya tahu duniamu. Picik!" pria itu tertawa culas, memamerkan sebagian tenggorokannya yang terbuka. Sementara si perempuan menggeser duduk, berbisik pelan di telinga pria yang dipanggil sayang--yang mungkin juga menghasilkan getaran erotis dalam rambut telinganya. "Kita saling berhubungan, Sayang. Dunia kita dekat. Pun di ranjang." sekali sentuh, pria di dekatnya menutup mata. "Kau harus tahu, seni hanya berupa sampah kalau kau hanya berani modal pameran gratis macam di galeri