Posts

Showing posts from June, 2013

Nostalgia: Jipang Brondong

Image
Jipang Jipang siap saji Meski hidup di kota besar, ternyata, saya masih bisa menemukan beberapa hal yang tergolong tradisional dan kuno. Apalagi soal makanan :p. Saya tinggal di daerah perkampungan yang ada di Surabaya Selatan. Meski masuk kategori kampung, justru saya bersyukur karena masih sering menemukan hal-hal unik yang tergolong langka dan tradisional. Seperti makanan. Kebetulan sekali, rumah saya terletak di dekat pabrik pembuatan makanan yang seolah tak lekang oleh waktu, Jipang-Brondong. Eh, betul, tak lekang oleh waktu? Mungkin, di perkotaan, makanan ringan tersebut hanya bisa ditemukan di daerah perkampungan ya. Makanya, tidak mengherankan jika Jipang-Brondong tergolong langka saat ini. Iseng, saat hari libur, saya datang untuk membeli Jipang dan Brondong. Kegiatan Pabrik Fajar Jaya siang itu cukup sepi mengingat jam menunjukkan pukul setengah dua belas, waktunya Jumatan. Seraya menyodorkan uang tiga ribu rupiah, saya juga melakukan  negosiasi untuk urusan

City Tour: Pantai Ria Kenjeran (Kenpark)

Image
I start my destination from the first step I made. Pintu gerbang utama Kenpark Liburan kali ini bertepatan dengan momen liburan sekolah dan kuliah. Jadi, saya langsung mengajak Tita dan Ilma untuk sekadar berjalan-jalan di sekitar kota Surabaya. Pilihannya hanya empat tempat wisata; KBS, Pantai Ria Kenjeran, THR, dan wahana di lantai 4 Delta Plasa. Pilihan jatuh ke Pantai Ria Kenjeran karena kami berencana untuk main layang-layang dan naik kapal. Pukul 10,15 kami berangkat dengan menggunakan motor. Butuh waktu sekitar 30 menit dari rumah untuk sampai ke Kenjeran jika ditempuh dengan kecepatan sangat hati-hati. Secara beban motor berat, broh! :p. Sayangnya, setelah on fire mau main layang-layang di Pantai Kenjeran lama ( fyi, Pantai Ria Kenjeran terbagi dua; lama dan baru.) ternyata di tengah jalan, akses satu-satunya yang bisa ditempuh ternyata diblokir secara sepihak oleh warga sekitar karena kondangan. Hahaha, iya, sepihak. Pengguna jalan, dilarang lewaaaat! Akh

Social Media for Social Movement

Image
source: pesanlogo.net Di era digital seperti sekarang, siapa yang tidak mengenal sosial media? Hampir dipastikan tidak sedikit yang mengaku kenal, atau minimal tahu. Jika, dulunya sosial media ini sebagai ajang curhat—yang sampai sekarang masih sama— ternyata, percaya atau tidak, sosial media juga memiliki manfaat yang oke punya. Nggak percaya? Sebagai pengguna sosial media aktif, tentu kita masih ingat kerusuhan Mesir yang cukup menyita perhatian dunia, awal tahun 2011 lalu. Kerusuhan dipicu oleh sejumlah ketimpangan sosial yang terjadi selama kepemimpinan presiden Hosni Mubarok. Selama 3 dekade, Hosni Mubarok memimpin Mesir dengan membiarkan pengangguran, kemiskinan merajalela, dan korupsi di kalangan pemerintahan. Rakyat bosan dengan kondisi tersebut dan akhirnya menghimpun massa melalui situs jejaring sosial, Facebook. Dan ka-boom! Demonstrasi besar-besaran terjadi dengan cepat. Facebook diblokir. Suasana semakin mencekam, ribuan WNI tegang. Karena Facebook. Rakyat Me

Kuliner: Rujak Cingur Genteng Durasim

Image
Actually, mampir ke Rujak Cingur Genteng Durasim kalau nggak liputan kayaknya nggak bakal mampir. Hahaha. Secara, harganya cukup menguras keringat. Makanya, saya bersyukur bisa mampir dan icip gratis. #plak Sebagai makanan khas Suroboyo, siapa siiiih yang nggak kenal Rujak Cingur? Ada yang nggak kenal? Walaaah, berarti kebacut! :p. Ya, pasalnya, Rujak Cingur memang ibaratnya sudah diklaim menjadi milik Surabaya! *bangga :)))*. Bahkan, saking nggak maunya diklaim oleh negara manapun, Pemkot Surabaya tiap tahunnya menggelar Festival Rujak Ulek. Peminatnya pun nggak main-main, 1200 orang! Apalagi pengunjungnya yang mencapai 10.000!! Orz, kebayang dong betapa pentingnya Rujak Cingur bagi warga Suroboyo? *lebaaaay :)))* Well, mampir ke Rujak Cingur Genteng Durasim, saya senang karena tahu sejarah berdirinya. Bisa dibilang, Rujak Cingur Genteng Durasim (yang kemudian saya singkat dengan RCGD karena kepanjangan :p) ini merupakan rujak pertama yang hadir di Surabaya. Bayangpun, berdiri sejak

Sembilan

Hujan selalu punya cerita. Entah bahagia, rindu, tersakiti, trauma, sendu. Apapun. Aku yakin, setiap orang memiliki kisah bersama hujan. Tapi, aku juga yakin, bahwa tidak semua orang menyukai hujan. Yah, layaknya banyak hal, hujan juga sama persis dengan lainnya. Pros dan contras. But, I'm sure, I'm doing great when rain comes. Berteduh. Berteduh. Bagi banyak orang juga memiliki arti yang beragam. Berteduh dari hujan, segala bencana, atau masalah sepele harian. Tapi, kurasa, bukan lagi waktunya untuk mengeluh soal hujan jika kau tahu filosofinya. Ya, hujan. Selain punya cerita, juga punya filosofi--tentunya bagi tiap orang berbeda arti. Tapi menurutku, hujan itu ciptaan Tuhan, fenomena alam, yang mengajarkanku untuk tahu arti kejujuran. Bukan kepura-puraan. Dari rinainya, tetesan yang menghujam bumi, proses dan hasilnya bagi banyak hal, semuanya dilakukan dengan jujur. Tuhan mengontrolnya dengan baik. Jika dirasa bumi terlalu panas, yang menyebabkan banyak orang mengeluh,

Bekerja, Bersedekah, Berhemat

Image
jouzz.wordpress.com Sejak kuliah, saya sudah bekerja meski berpenghasilan minim. Masih ingat betul pendapatan saya kala itu berkisar 20-50ribu rupiah perbulannya. Cukup kecil namun mampu mencukupi kebutuhan bulanan saya di sisi uang jajan bulanan yang mencapai 300rb. Sejujurnya, pernah mendapatkan gaji minim namun segalanya terpenuhi membuat saya santai. Ibaratnya, Belanda masih jauh. Namun kata santai itu berubah setelah saya bekerja (yang sepenuhnya; bukan part time) dan memutuskan untuk menetap sementara di kota Malang. Saya menjadi kurang bersyukur dan selalu merasa kekurangan. Ini juga yang membuat pekerjaan saya tidak bertahan lama. Beralih ke Surabaya dengan pengalaman demikian, kini saya bekerja di lapangan. Sesuai dengan cita-cita saya jauh-jauh hari. Saya ingin bekerja di lapangan dan bersenang-senang. Bagaimana pendapatan? Belajar dari pengalaman, saya tidak banyak menuntut. Saya berusaha menerima berapapun penghasilan yang diberikan. Terlebih kondisi ber

Nostalgia: Rambut Nenek

Image
Eits, membaca judul, jangan sampai kalian memikirkan hal yang nggak-nggak. Karena Rambut Nenek yang saya maksud bukanlah sembarang rambut. Orang Jawa Barat banyak menyebutnya Rambut Nenek sesuai dengan bentuk morfologinya. Tapi orang Jawa Timur justru menyebut makanan ringan berbahan utama gula ini dengan sebutan Arbanat atau Arum Manis. Arbanat adalah jajanan tempoe doeloe yang dijajankan oleh seorang pedagang keliling dengan alat musik gesek menemani. Khas sekali. Bahkan bisa ditebak, jika ada penjaja makanan membunyikan alat musik geseknya, maka itu berarti penjual Arbanat. Arbanat adalah makanan dari Lamongan--ini versi penjaja Arbanat. Yang kini keberadaannya bisa dibilang mulai tenggelam. Modernisasi membuat satu persatu penjaja Arbanat beralih menjadi penjaja makanan yang lebih masa kini. Padahal, kalau ditilik lebih dalam, Arbanat adalah jajanan sejuta umat yang nikmat tiada tara tiada banding. *halah* Di kota besar seperti Surabaya, eksistensi penjaja Arbanat bisa dibilang