Kuliner: Rujak Cingur Genteng Durasim
Actually, mampir ke Rujak Cingur Genteng Durasim kalau nggak liputan kayaknya nggak bakal mampir. Hahaha. Secara, harganya cukup menguras keringat. Makanya, saya bersyukur bisa mampir dan icip gratis. #plak
Sebagai makanan khas Suroboyo, siapa siiiih yang nggak kenal Rujak Cingur? Ada yang nggak kenal? Walaaah, berarti kebacut! :p. Ya, pasalnya, Rujak Cingur memang ibaratnya sudah diklaim menjadi milik Surabaya! *bangga :)))*. Bahkan, saking nggak maunya diklaim oleh negara manapun, Pemkot Surabaya tiap tahunnya menggelar Festival Rujak Ulek. Peminatnya pun nggak main-main, 1200 orang! Apalagi pengunjungnya yang mencapai 10.000!! Orz, kebayang dong betapa pentingnya Rujak Cingur bagi warga Suroboyo? *lebaaaay :)))*
Well, mampir ke Rujak Cingur Genteng Durasim, saya senang karena tahu sejarah berdirinya. Bisa dibilang, Rujak Cingur Genteng Durasim (yang kemudian saya singkat dengan RCGD karena kepanjangan :p) ini merupakan rujak pertama yang hadir di Surabaya. Bayangpun, berdiri sejak tahun 1942, RCGD ini sekarang dipegang oleh turunan ketiga. Kalau ada yang tahu Rujak Cingur Ahmad Jais--yang harganya jaaaaauuuuuhhhh lebih nggak manusiawi; 50ribu perporsinya--RCGD ini masih lebih dulu. Sedangkan yang di Ahmad Jais baru buka sekitar tahun 1960-an. *ini versi Cak Hendri, pemilik RCGD*.
Karena merupakan peninggalan nenek dari Cak Hendri, semua barang yang digunakan pun masih dilestarikan. Termasuk cobek super gede yang sekarang udah mulai cengkung ke dalam. Sedikit cerita, setiap harinya, Cak Hendri dibantu 4 orang termasuk istri dan adiknya, menghabiskan 50 kilo cingur/ hidung sapi dan 30 kilo cecek/ kulit sapi sebagai bahan pokok. Itu untuk membuat sekitar 200 porsi. Yang membuat berbeda, rujak buatan Cak Hendri ini khas sekali bumbunya. Meski sebenarnya bumbu petis (hasil fermentasi udang/ ikan) rasanya begitu-begitu saja, tapi olahannya cukup menggiurkan lidah *ngetik sambil ngeces :))*.
Seperti halnya rujak pada umumnya, RCGD juga menawarkan pilihan Campur atau Matengan. Campur berarti campur irisan buah, sayur, lontong, tahu, tempe, dan timun/ benduyo (timun matang). Kalau Matengan berarti sedikit atau bahkan tanpa irisan buah. Isinya lebih ke bahan yang sudah matang. Nggak cukup di situ, RCGD juga memberikan 2 pilihan rujak yang bisa dinikmati. Spesial dan biasa. Kalau spesial, menggunakan full cingur--yang luar biasa endes :p-- kalau biasa, pakai campuran cecek/ kulit sapi yang memiliki struktur dan fisik mirip cingur.
Harganya? Jelas beda dong! Untuk Rujak Cingur Biasa dipatok 17 ribu rupiah perporsi. Sedangkan yang Spesial dibanderol seharga 30 ribu rupiah. Meski harga cukup selangit buat saya, karena rasa yang enak dan fenomenal sejak Indonesia belum merdeka, ternyata pelanggannya pun nggak main-main. Mulai dari sekitar Surabaya, luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri!! Saat gelaran APEC di Surabaya, RCGD diundang Walikota untuk menyajikan sajian Rujak Cingur pada 1500 peserta APEC dari 21 negara yang berbeda.
Eeh, sebagai penambah menu, di warung yang letaknya persis di belakang Hotel Weta Jl. Genteng Kali ini juga menyajikan menu lain. Seperti Sup Buntut dan aneka makanan lain.
Begitu terkenalnya RCGD ini temans, beberapa awak media dan artis juga kerap bertandang saat berkunjung ke Surabaya. Di dindingnya ada beberapa foto hasil liputan beberapa media yang pernah berkunjung. Tertarik mencicipi?




Comments