Social Media for Social Movement
source: pesanlogo.net
Di era digital seperti sekarang, siapa yang tidak mengenal
sosial media? Hampir dipastikan tidak sedikit yang mengaku kenal, atau minimal
tahu. Jika, dulunya sosial media ini sebagai ajang curhat—yang sampai sekarang
masih sama— ternyata, percaya atau tidak, sosial media juga memiliki manfaat
yang oke punya. Nggak percaya?
Sebagai pengguna sosial media aktif, tentu kita masih ingat
kerusuhan Mesir yang cukup menyita perhatian dunia, awal tahun 2011 lalu. Kerusuhan
dipicu oleh sejumlah ketimpangan sosial yang terjadi selama kepemimpinan
presiden Hosni Mubarok. Selama 3 dekade, Hosni Mubarok memimpin Mesir dengan
membiarkan pengangguran, kemiskinan merajalela, dan korupsi di kalangan
pemerintahan. Rakyat bosan dengan kondisi tersebut dan akhirnya menghimpun
massa melalui situs jejaring sosial, Facebook. Dan ka-boom! Demonstrasi besar-besaran
terjadi dengan cepat. Facebook diblokir. Suasana semakin mencekam, ribuan WNI tegang.
Karena Facebook. Rakyat Mesir bergejolak, menyelamatkan negara, rindu keamanan.
Tidak jauh berbeda dengan Facebook, Twitter juga memiliki
peranan yang cukup kuat dalam menghimpun massa. Berawal dari satu kesukaan yang
sama antarakun, terbentuk satu akun sosial bersama, menjadi komunitas. Komunitas
inilah yang kemudian menghimpun massa lebih banyak untuk membuat satu agenda. Sebut
saja satu komunitas pecinta lingkungan yang menghimpun massa untuk menanam
mangrove, menanam bibit tanaman, dan bersih sungai. Dari Twitter, sosial media.
See? Sosial media ternyata memiliki pengaruh kuat
untuk memengaruhi siapa saja yang terlibat di dalamnya. Asal satu visi dan misi.
Sosial media memiliki peranan penting untuk membuat user menjadi lebih
cerdas, bukan hanya sebagai user reguler, tapi juga berpengetahuan,
serta mampu membuat perubahan.
Berawal dari mengikuti sebuah talkshow bertajuk Social
Media for Social Movement, saya pikir, kekuatan sosial media begitu besar. Banyak
agenda besar yang mampu memutarbalikkan pikiran dari biasa saja menjadi lebih
kreatif dan tertata. Tapi, jangan salah, berlaku juga kebalikan. But sure,
user sosial media kebanyakan juga mudah terpengaruh (dalam konteks
positif dan negatif) untuk melakukan perubahan. Berawal dari satu langkah
perubahan, kenyataannya, pada akhirnya, cukup banyak massa yang terhimpun dan
bersama-sama do something.
Karena perubahan itu bersifat statis, tidak bisa tetap, maka
jangan salah jika sosial media juga memiliki peranan penting dalam mengubah
lingkungan menjadi lebih buruk. Nggak percaya? Beberapa kasus trafficking
menyebutkan bahwa antara korban dan pelaku adalah orang yang baru berkenalan
dari sosial media. Berawal dari sosial media, menjadi mucikari. Berawal dari sosial
media, menjadi germo, dst.
Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Pun dunia maya, termasuk
sosial media. Social media for social movement, kenapa tidak? Karena pada
prinsipnya, perubahan menjadi baik atau buruk, bergantung pada agent of
change—yang kini bukan hanya mahasiswa saja, tentunya.
Comments