Short Trip: Pantai Bajul Mati
Perjalanan mengajarkanmu arti dari sebuah proses.
Pintu gerbang Bajul Mati.
Beberapa hari lalu Malang Selatan gempa. Kejadian ini tentu
mengingatkan saya pada dua minggu terakhir, di mana posisi saya saat itu berada
di lokasi gempa tersebut, Bajul Mati. Wilayah Bajul Mati sendiri merupakan
wilayah pesisir yang memang merupakan daerah rawan gempa dan tsunami. Letaknya
sama dengan Pantai Tamban dan Pantai Goa Cina, berbatasan langsung dengan
Samudera Hindia. Tapi, diakui atau tidak, perjalanan dua minggu lalu adalah
mengesankan. Menikmati keindahan karakteristik tiga pantai yang berbeda, tapi
masih dalam satu garis bujur.
Pantai Bajul Mati adalah pantai terakhir sebelum kami
memutuskan untuk pulang. Terletak bersisian dengan Pantai Goa Cina, jarak Pantai
Bajul Mati tidak begitu jauh. Karena Pantai Bajul Mati terletak tepat di balik
bukit yang memisahkan dengan Pantai Goa Cina. Malah, saking dekatnya, bisa
ditempuh dalam kurun waktu 5 menit saja. Dekatnya jarak ini membuat estimasi waktu
untuk sampai Surabaya lebih cepat. Padahal, makin molooor =)).
Selama di perjalanan menuju Pantai Bajul Mati, pengunjung
akan disuguhi sebuah jembatan harapan yang mirip dengan jembatan di kota-kota
besar. Jembatan kokoh dengan perairan payau (pertemuan antara perairan laut dan perairan air tawar) dilengkapi barisan tanaman pencegah
abrasi dan erosi laut, mangrove, di bawahnya. Ya, ini yang membuat Pantai Bajul
Mati berbeda dengan Pantai Tamban dan Pantai Goa Cina. Perairan payau yang
tenang dengan jenis ikan-ikanan khas bisa dilihat dari atas jembatan. Mau foto?
Bisa banget! :p
Jembatan harapan.
Perairan payau.
Memasuki wilayah Pantai Bajul Mati, saya sempat dibuat kaget
begitu si penjaga parkir menyebutkan biaya parkir motor sebesar 15000. Gimana nggak?
Itu mahal sekali. Setelah sempat bertanya dengan nada nggak enak, ternyata 15000
adalah biaya 2 tiket @6000, 2000 rupiah sebagai jasa asuransi, dan 1000 rupiah
untuk parkir. Oh.
Ah iya, penamaan Bajul Mati sendiri katanya penjaga parkir yang sempat saya galaki :p, terlahir dari seekor buaya yang masuk ke desa dan mau memangsa penduduk, tapi mati karena tertimpa pohon. Saat itu sekitar tahun 40-an kalau nggak salah ingat. Sehingga desa di sana dinamakan Bajul Mati, pun pantainya. Yaah, who knows?
6000 rupiah perorang.
Dari tempat parkir motor berada, bibir pantai sudah tampak. Jelas
berbeda dengan dua pantai sebelumnya, Pantai Bajul Mati terlihat lebih tandus
disertai dengan gazebo-gazebo kecil di dekat pantai. Ada semacam tali
peringatan agar pengunjung tidak main-main dengan ombak. Konon, di Bajul Mati
ini sering menelan korban, persis dengan Balekambang. Siang hari dan terlihat
tandus, membuat kami lebih memilih untuk duduk di gazebo sambil bergosip
tralala dan menghabiskan bekal. Sepertinya di sini puncak lelah setelah
sebelumnya sibuk jepret-jepret. Tapi yang jelas, sejauh mata memandang, Pantai
Bajul Mati ini tampak lebih cadas dan tidak bersahabat. Entah kenapa?
Tampak tandus dan panas.
Gazebo.
Ombak galak.
Meski ada larangan untuk tidak bermain air di pantai,
nyatanya pengunjung masih banyak yang bermain-main dengan air. Tapi jangan salah,
umumnya pengunjung memilih bermain air di perairan payau yang relatif tenang
tanpa ombak. Perairan payau cenderung lebih tenang karena ombak tertambat di
akar-akar mangrove. Itulah kenapa mangrove diperlukan bagi wilayah pesisir
pantai.
Bukit di perairan payau.
Perairan payau.
Warung-warung.
Ketiga pantai yang kami kunjungi memang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Tapi, ada satu yang sama, yaitu di sekeliling ketiga pantai tersebut sama-sama dikelilingi oleh perbukitan. Membuat pemandangan tampak lebih sejuk dinikmati.
Selain ketiga pantai tersebut, wilayah Selatan Malang masih
menyimpan puluhan pantai yang harus disinggahi. Dan tentunya memiliki sejuta
pesona yang beragam. Mari luangkan waktu untuk belajar tentang keanekaragaman
hayati di tempat kita berpijak. :D
Comments