Menyusuri Jejak Kejayaan Kerajaan Majapahit
Oktober lalu saya memilih untuk berlibur ke kota tetangga, Mojokerto. Alasannya mudah saja, selain karena bujet menipis, minimnya waktu, dan saya belum pernah ke sana :p. Selain itu, saya butuh menepati janji pada diri sendiri. Makanya langsung hajar. Bahagianya, teman jalan saya kali ini cukup banyak. Dua orang rekan wartawan dan seorang teman TK. Hahaha, iya TK!! Saya juga nggak nyangka bisa ketemu lagi. Semua karena Facebook :)). Bulusnya, karena saya tahu teman TK ini tinggal di Mojokerto, saya pun meminta untuk dikawal, lumayan. Nggak mau rugi, asli! :)).
Jarak Surabaya-Mojokerto sangat dekat bagi kami anak jalanan. Gimana nggak? Cukup ditempuh satu jam dengan motor, kami bisa sampai. Hanya saja karena motor saya dan Mamik sempat rewel, maka molorlah kami. Dari pada ada kejadian yang iya-iya, mending dicegah. Kami pun memilih untuk berhenti atau melajukan motor perlahan. Pelan asal sampai dengan selamat.
Kami berangkat pukul 9 pagi, molor 2 jam dari rencana semula. Meski demikian, kami sudah memutuskan untuk mengunjungi salah satu situs sejarah terbesar erajaan Hindu Majapahit, Trowulan. Cukup mudah menemukan lokasi Trowulan ini karena tanda jalan jelas terpampang. Museum Trowulan atau lebih tenar disebut Museum Majapahit menjadi titik pertama perjalanan kami. Menuju museum, kami melewati petirtaan yang cukup besar, Kolam Segaran. Konon, petirtaan ini tempat mandi para bangsawan. Sayang, kondisi cuaca yang panas membuat kami enggan untuk berhenti. Kami janjian dengan Pipit di depan museum. Namun, sebelum masuk museum, kami menyempatkan diri untuk sarapan di warung-warung depan museum. Harganya standar Surabayalah. Tapi, pemandangan hijau sawah cukup membantu menyegarkan pikiran.
Masuk museum, pengunjung dikenai tarif yang sangat bersahabat. 2500 rupiah saja. Tapi, jangan heran jika tidak menemukan loket penjualan tiket, karena tiket masuk dijual eceran oleh penjaga parkir. Ya, mirip calo begitu. Masuk museum, kami disuguhi banyak sekali arca, gerabah, dan sejumlah peninggalan zaman kejayaan Majapahit. Saking banyaknya, arca rusak pun berserakan. Entah itu asli semua atau tidak karena posisinya yang dibiarkan dekat dengan pengunjung tanpa ada tanda peringatan sama sekali. Tidak lama kami menghabiskan waktu di museum. Karena jam menunjukkan waktu Jumatan. Ini uniknya, tempat wisata di Mojokerto tutup saat Jumatan.
Museum dan sebagian peninggalan
Sambil menunggu waktu tempat wisata buka dan Fikri Jumatan, kami ngadem di Wringin Anom, semacam pendopo dengan banyak pohon. Adem dan anginnya semilir. Di sini, pengunjung dikenakan biaya masuk 1000 rupiah saja. Dan lagi-lagi tidak ada loket khusus apalagi petugas jaga. Yang ada hanya orang mirip calo. Lepas duduk santai, kami melanjutkan perjalanan menuju Candi Bajang Ratu. Ini tempat favorit saya. Karena meski cuaca sedang panas sekali, hijaunya pepohonan dan taman bunga yang ditata cukup menyejukkan mata. Candi ini tampaknya paling vokal dibandingkan candi lain. Masuk ke Candi Bajang Ratu, pengunjung dikenakan biaya masuk 2500 rupiah.
Candi Bajang Ratu, Trowulan, Mojokerto
Ada yang menarik jika Anda berkunjung ke Trowulan, Mojokerto. Hampir semua rumah penduduk dihiasi gapura khas bangunan gerbang terbelah. Hanya ada beberapa rumah bergaya modern lebih memilih memakai pagar besi, bukan gapura berbahan semen.
Perjalanan kami berlanjut ke Candi Tikus. Menurut literatur bebas yang saya baca, penamaan ini didasarkan pada waktu candi ditemukan, yakni pada 1914, ada banyak sekali tikus bersarang. Candi ini memiliki keunikan tersendiri. Selain letaknya berada di bawah tanah, jika musim penghujan candi ini membentuk genangan air menyerupai kolam, sesuai dengan fungsinya dulu sebagai petirtaan bangsawan. 2000 rupiah untuk masuk Candi Tikus.
Mamik dan Candi Tikus
Saya sarankan, jika ingin mengunjungi situs-situs era kejayaan Majapahit di Trowulan, Anda tidak jalan kaki karena letaknya cukup jauh. Sebaiknya menggunakan ojek atau kendaraan pribadi.
Maha Vihara menjadi tujuan dari perjalanan kami berikutnya, tempat patung Budha tidur raksasa berada. Saya sempat membaca, patung Budha tidur di Maha Vihara Mojokerto adalah terbesar ketiga di dunia. Letaknya masuk di perkampungan namun cukup mudah ditemukan. Saat kami ke sana. tidak ada aktivitas sembayang umat Budha. Sepi. Tapi beberapa dupa tertanam di tempat dupa, mungkin ada yang baru selesai sembayang. Di Maha Vihara, banyak patung Budha dipajang berjejer laiknya ucapan selamat datang pada pengunjung. Saya sarankan juga, saat berkunjung ke Mojokerto--tepatnya di Trowulan-- menyiapkan payung, karena wilayahnya masuk dataran rendah, jadi panasnya luar biasa.
Maha Vihara
Sebenarnya, ada banyak tempat wisata yang ada di Mojokerto jika sekadar ingin melakukan one day trip, baik di dataran rendah maupun dataran tingginya. Namun, lagi-lagi ada baiknya memerhatikan faktor cuaca jika tidak ingin liburan terganggu. Setidaknya, tidak saat panas sekali atau hujan deras mengguyur. Selamat liburan.
Comments