Segarnya Pagi di Pantai Seger
Hari berikutnya di Lombok Tengah, kami memutuskan untuk berkeliling di sekitar penginapan. Sebenarnya ada banyaaak sekali pantai di dekat penginapan. Secara Lombok Tengah memang terkenal banyak pantai. Tapi apa daya waktu kami terbatas. Rencana kami pun sering molor gegara kelamaan di satu tempat. Akhirnya, kami pun memutuskan untuk mengunjungi beberapa tempat terdekat. Yaitu Pantai Seger, Pantai Tanjung Aan, dan Rumah Adat Sade.
Pagi-pagi sebelum toko buka, kami melaju ke Pantai Seger, searah dengan Pantai Kuta tapi masih lurus *saya nggak paham mata kompas, maklum ya! :p*. Awalnya, kami sepakat dari Pantai Seger langsung menuju Tanjung Aan yang berdekatan, tapi kala itu oleh penjaga penginapan diperingatkan bahwa Tanjung Aan sangat rawan saat masih malam--warga Lombok lebih sering menganggap pukul 5-7 pagi dengan sebutan malam. Akhirnya, kami pun berlama-lama di Pantai Seger.
Betul memang, pagi sekitar pukul 6, tempat wisata sangat sepi sekali. Saat kami sampai di Pantai Seger, hanya ada dua motor terparkir ditinggal pemiliknya surfing. Ya, tentu saja mereka bule. Pantai Seger memang terkenal dengan ombaknya yang tidak galak, sehingga siapa saja bisa belajar surfing. Tapi, as I informed you before, di daerah Kuta didominasi oleh bule, turis lokalnya bisa dihitung jari. Termasuk di Pantai Seger. Pagi itu, sambil menunggu waktu Pantai Tanjung Aan buka, kami duduk di bilik-bilik bambu yang nyaman. Mengarah ke laut, menyaksikan para bule yang perlahan-lahan mulai bertambah. Matahari mulai tinggi ketika saya mulai bosan dengan pemandangan monoton--duduk di bilik bambu, memandang bule surfing. Saya iri! Akhirnya, saya pun mencari bagian lain dari Pantai Seger dan mendapatkan keindahan lain pantai itu.
Jika di dekat bilik bambu saya enggan menjejakkan kaki di pasir putih, maka di sisi kanan Pantai Seger saya mendapati butiran pasir putih unik. Butiran pasir putih sebesar merica tersebut berpadu dengan riuh ombak tenang yang menghantam bebatuan karang. Syahdu. Di lokasi itu, saya masih bisa bermain air, berfoto-foto, dan bersorak hore. Meski bersisian dan masuk dalam satu garis pantai dengan Pantai Kuta, menurut saya, Pantai Seger lebih eksotis.
Puas bermain di bebatuan karang, kami beralih ke sisi lain Pantai Seger. Tepatnya di sebelah pintu masuk, di jembatan bambu yang menghubungkan pantai dengan resort berbintang. Di sisi jembatan bambu tersebut ada beberapa patung terpajang. Patung-patung tersebut didirikan untuk menghormati jelmaan legenda terkenal Suku Sasak, yakni Putri Mandalika. Konon, Putri Mandalika mengakhiri hidupnya dengan menceburkan diri ke Pantai Seger saat akan memilih pasangan hidupnya. Namun, masyarakat tidak bisa menemukan jasadnya, berganti dengan menemukan cacing--nyale--yang dipercaya merupakan jelmaan dari sang putri. Sejak saat itulah, di Pantai Seger selalu diperingati upacara adat Bau Nyale atau mencari cacing laut untuk dimakan bersama-sama setiap bulan Februari.
Jika Pantai Kuta seperti Pantai Sepanjang di Gunung Kidul karena strukturnya memanjang, maka berbeda dengan Pantai Seger. Pantai ini justru memiliki beberapa bagian yang sama indah. Untuk masuk pantai ini gratis, tidak dikenakan biaya masuk maupun parkir, persis seperti Pantai Kuta. Beda lagi dengan Pantai Tanjung Aan...
PS. Masih diambil dari kamera kacrut hape saya...
Comments