Apa Itu Jilboober?

Ilustrasi (Rappel.com) 
Sejak memutuskan untuk membatasi diri di dunia maya, secara otomatis saya enggak tahu perkembangan terkini tentang dunia maya. Paling, saya baru tahu sesuatu yang lagi booming dari lini masa twitter yang beberapa di antaranya adalah berita. Yang paling terakhir saya tahu adalah soal jilboobs. Berjilbab tapi menggunakan pakaian ketat. Memerlihatkan seluruh lekuk tubuhnya. Sehingga tidak ada bedanya dengan tanpa jilbab.

Jilboobs dan jilboober. Saya pikir, fenomena ini tidak hanya terjadi belakangan saja. Karena seingat saya, zaman saya SMP pun banyak orang menggunakan jilbab sementara pakaiaannya ketat. Hanya saja kali ini pengaruhnya lebih santer kali ya. Karena pengaruh media sosial juga. Tapi saya pribadi, enggak pernah terganggu sama apa itu jilboobs dan siapa saja yang masuk dalam kategori jilboober. Sama halnya saat teman-teman saya sibuk dengan gaya hijab masa kini atau jadi  hijaber. Saya biasa-biasa saja menanggapinya, karena itu pilihan masing-masing orang.

Belakangan, jilboobs atau jilboober dihujat. Katanya, berjilbab kok enggak syar'i? Hmmm... sebenarnya, syar'i enggak syar'i itu dilihat dari mana ya? Kalau saya, sih, melihat jilboobs ini sebenarnya enggak masalah. Nggak menyalahkan, enggak membenarkan juga. Kenapa?

Di dalam agama saya, yaitu Islam, seingat saya diajarkan amalan bertingkat. Orang memutuskan berjilbab itu sudah masuk poin sendiri di mata Allah. Dari yang tidak menutup aurat menjadi tertutup. Dari fase itu, wajar jika seseorang mencari jati dirinya. Pelan-pelan kepalanya tertutupi, namun pakaiannya masih ketat. Meski agama tidak membenarkan (karena memerlihatkan lekuk tubuh yang bisa menggairahkan lelaki), tapi menutup kepala sudah termasuk mentaati ajaran agama, loh. Ada juga orang yang memutuskan berjilbab lalu total mengubah penampilannya dengan memakai gamis, jilbab menutup dada, dan lain-lain. Beda-beda, kan.

Kita enggak pernah tahu, di balik jilboober ada alasan apa. Kita enggak tahu, apakah mereka yang demikian adalah baru mengenal Islam. Baru mendekatkan diri dengan pemahaman yang baru didapat. Kita nggak tahu alasan-alasan mereka, kan? Kita juga enggak pernah tahu, kalau sewaktu-waktu bisa jadi pemahaman agama para jilboober ternyata lebih tinggi daripada kita. Jangan salah, menghujat di mata Allah itu tidak dibenarkan, loh.

Sampai saat ini, teman-teman saya belum ada yang menjadi anggota jilboober. Kalau hijaber banyak. Tapi apakah saya jadi musuhan karena nggak sepaham model hijabnya? Ya enggak! Prinsip saya gampang banget kok. Selama mereka enggak ganggu saya, artinya mereka nggak layak dihujat. Etapi, bukan berarti yang ganggu jadi layak hujat:)). Mengingatkan dalam hal apapun itu perlu, loh. Kalau nggak bisa diingatkan, ya didoakan saja. Toh, Allah tahu maksud baik kita.

Mau jilboober, hijaber, atau polosan macam saya:p terserah masing-masing pribadi. Toh, setiap orang bertanggung jawab pada keputusannya masing-masing. Siapa tahu, jilboober pada akhirnya akan memilih pakaian yang lebih baik seperti di sini. Kita enggak tahu niat masing-masing orang ke depannya. Keep woles ajalah ya:)).

Comments

Popular posts from this blog

Pengobatan Anak Alergi: Skin Prick Test dan Imunoterapi

Pengalaman Menginap di Bandara Ngurah Rai Bali

Mengajak Bayi Naik Bianglala Alun-alun Kota Batu