Museum Angkut: Museum atau Tempat Narsis?

Museum Angkut + Movie Star masuk dalam Jawa Timur Park Group

Kamis lalu, bagian dari workshop gelaran Indonesia Travel adalah hunting session. Kebetulan, tempat yang dituju adalah Museum Angkut, taman rekreasi paling anyar di Batu. Baru diresmikan Februari lalu dan cukup banyak yang antusias, tidak termasuk saya.

Sejak kehadiran Museum Angkut banyak orang terpikat. Mulai dari keluarga, pasangan, teman sekolah, teman arisan, dan komunitas. Semuanya hampir pernah ke sini. Tapi saya sedari awal tidak tertarik. Makanya nggak pernah mau diajak ke sini. Mahal untuk kelas museum, apalagi di Jawa Timur. Harga tiketnya 50.000-75.000 rupiah perkepala tidak termasuk kamera yang dipatok 30.000 rupiah.

Tapi, berhubung bagian dari workshop dan gratis, saya pun ikut masuk. Kesan pertama saat masuk Museum Angkut adalah glamour. Tata letak dengan pencahayaan yang pas membuat sarana transportasi kuno terawat tampak mewah. Kesan mewah semakin mendominasi dengan adanya pengunjung yang rela membawa wardrobe untuk foto-foto. Serius, mereka mewah sekali. Bukan hanya pengunjung usia remaja, tapi juga dewasa, bahkan ibu-ibu.

Salah satu wanita paruh baya nyeletuk, "Mumpung di sini, jangan mau kalah sama anak-anak muda."

Mewah


Narsis selalu

Saya kurang nyaman. Terlebih fungsi museum tidak dijalankan dengan baik. Di museum ini tidak ada papan informasi yang menunjukkan jenis dan fungsi moda transportasi yang dipajang. Ada pun, hanya beberapa dan tidak lengkap. Padahal, meski saya nggak foto-foto saking gerahnya, setidaknya saya bisa tahu informasi tentang apa yang ada di dalam museum.

Kalau boleh saya bandingkan, di Jogjakarta, ada satu museum yang membuat saya terkesan. Letaknya di kaki gunung Merapi. Museum Ulen Sentalu, namanya. Di sana, pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar 30.000 rupiah. Mahal? Nggak juga. Pelayanannya oke banget. Ada guide yang akan menemani pengunjung dan menerangkan semua benda peninggalan kerajaan Jogja dan Solo. Ada juga informasi-informasi tertulis disertakan di masing-masing peninggalan. Meski saat itu saya datang sendiri, pelayanan maksimal tetap saya dapatkan. Setidaknya, begitulah bentuk dan fungsi museum. Bukan cuma buat foto-foto.

Di Museum Angkut, boro-boro guide, papan informasi saja minim. Sayang banget sudah bayar mahal tapi pengunjung nggak dapat info. Bukan salah pengunjung juga kalau akhirnya nggak menikmati apa yang ada di dalam museum.


Lengkap dan terawat

But, anyway, koleksi museum ini cukup lengkap. Mulai dari sepeda, motor, mobil, truk, kapal, pesawat, kereta, dari zaman dulu sekali dan bekas digunakan tokoh siapa ada semua. Moda transportasi yang ada didatangkan langsung dari berbagai negara lengkap dengan interior yang memang bagus--buat foto-foto. Alat transportasi kuno mahal dengan perawatan super meyakinkan saya bahwa itu adalah sumber utama alasan kenapa harga tiket masuknya selangit.


Alat transportasi kuno juga ada

Di museum ini, saya tidak banyak memotret. Saya hanya jalan, melihat-lihat, dan berlalu. Karena apa yang saya cari tidak ditemukan, sudah semestinya berlalu secepatnya. Jadi, buat saya, kalau mau mencari informasi tentang moda transportasi masa lalu kayaknya kurang info. Tapi, kalau mau mencari tempat buat eksis motret-motret, bolehlah di sini tempatnya. Interior yang oke juga membuat museum ini sering menjadi tempat foto prewedding, loh. Bagi pengunjung yang lapar, di sini juga ada pertokoan berbahan jalinan bambu dan kayu dengan bentuk atap bertuliskan beragam pulau. Di museum ini juga disediakan perahu dayung yang bisa dikayuh sendiri oleh pengunjung tanpa bayar alias gratis. So, selamat berlibur!:D

Atap cafetaria dan pertokoan

Comments

Popular posts from this blog

Pengobatan Anak Alergi: Skin Prick Test dan Imunoterapi

Pengalaman Menginap di Bandara Ngurah Rai Bali

Makanan Khas Negara ASEAN Ini Jangan Sampai Kamu Lewatkan