Menjemput Mentari di Punthuk Setumbu
Menjemput mentari di Punthuk Setumbu
Bukit Punthuk Setumbu merupakan lokasi perbukitan yang jaraknya berkisar lima
kilometer dari Candi Borobudur. Tempat ini menjadi alternatif wisatawan yang
ingin menyaksikan matahari terbit dengan latar magis Candi Borobudur. Lokasinya
dekat, biaya murah, dan pemandangannya bagus—meski kata sebagian besar weblog,
pemandangan matahari terbit dari Candi Borobudur tetap paling memukau. Tapi bagi
saya, di Punthuk Setumbu sudah cukup. Sebab hanya berbiaya 15.000 rupiah, pemandangan
apik sudah bisa memanjakan mata.
Seolah menjejak
Berbeda jauh jika ingin menyaksikan matahari terbit dari
Candi Borobudur. Biayanya mahal karena harus masuk lewat Manohara Hotel,
satu-satunya hotel yang berada di kompleks candi. Perlu 250.000 rupiah (wisatawan
domestik) dan 380.000 rupiah (wisatawan asing—harga pertengahan Desember 2014) untuk
bisa menikmati sunrise dari Candi Borobudur—including tea/ coffee morning,
souvenir, dan light snack.
Bagi saya, itu mahal sekali.
Memasuki wilayah Borobudur, rambu menuju Punthuk Setumbu
sudah cukup membantu perjalanan petang saya dan Mbak Endah. Sayang, jalanan
begitu gelap. Tidak ada penerangan di sepanjang perjalanan. Ada, hanya
beberapa. Itu pun lampu jalan milik rumah warga.
Selepas memarkir motor dan membeli tiket, wisatawan
diharuskan treking sekitar 10-15 menit. Lumayan ngos-ngosan buat saya yang
mulai jarang jalan, apalagi menanjak. Di sepanjang jalan treking, sudah terpasang
beberapa penerangan juga masyarakat lokal yang berjaga di sekitar. Namun tetap
saja bagi saya masih gelap. Untung saya membawa senter, meski pijarnya tidak
sebenderang lampu jalan.
Berkas cahaya matahari
Jika di Penanjakan Bromo kala weekend akan terasa sesak,
maka ini berbeda. Sebab, di Punthuk Setumbu Minggu pagi tak begitu ramai. Beberapa
turis lokal dan mancanegara mulai berjaga di tepian. Tripod dipasang menghadap
perbukitan. Pelan-pelan berkas cahaya tampak menyingsing. Oranye. Jingga. Ada harapan
di sana. Itu yang selalu saya suka setiap pagi datang.
Sentuhan kabut memenuhi lensa. Langit memang tampak kotor. Semalam
hujan deras di Magelang. Namun, itu tidak mematikan daya magis kolaborasi Candi
Borobudur dari kejauhan, rimbunan pohon tertutupi tebalnya kabut, serta serakan
cahaya metari, membuat pagi itu terasa kian syahdu. Seolah saya menjejakkan
kaki di atas awan.
Borobudur dan daya magis
Ini baru menjemput mentari di Punthuk Setumbu. Entah dimana
lagi saya akan menjemputnya.
Lalu, manakala keindahan ada di depan mata, maka nikmat
Tuhan manakah yang kau dustakan? Saya menyukainya. Suka sekali.
Comments