Leyeh-leyeh di Pulau Bidadari Flores
Melayang
Liburan identik dengan melakukan sesuatu yang nggak biasa. Tapi,
liburan juga bisa cuma duduk santai sambil cerita ngalor ngidul. Seperti yang
saya lakukan kala menginjakkan kaki di Pulau Bidadari. Memang, namanya sama
dengan Pulau Bidadari di Kepulauan Seribu. Tapi, Pulau Bidadari yang saya
maksud adalah bagian dari gugusan kepulauan di Flores.
Dulu, nama Pulau itu bukanlah Bidadari melainkan Pulau
Bidara. Sebab, banyak pohon bidara tumbuh di pulau tersebut. Namun, karena
dianggap elok dan memesona, nama Bidara pun diubah menjadi Bidadari. Penduduk lokal
lebih mengenal Bidara. Kontras, mereka mengenalkan ke pengunjung dengan sebutan
Bidadari.
Pulau Bidadari
Pulau Bidadari terdiri dari dua bagian. Satu bagian
dibiarkan apa adanya. Ranting pepohonan berserak dimana-mana menyimpulkan kesan
kurang bagus meski air laut berlapis warnanya. Di bagian ini, siapa saja bisa
mampir hanya sekadar duduk, berenang, berjemur, bersantai, bermain air, apa
saja. Terbuka untuk umum.
Barrier Bidadari
Sedangkan bagian lain adalah bagian yang lebih terawat dan
tidak sembarang orang boleh mampir. Bagian tersebut khusus bagi penyewa penginapan
mewah yang dikelola asing. Ada barrier nyata antara bagian satu dan dua. Yaitu bebatuan
besar menjulang ditambah dengan ranting pohon yang disusun agar siapapun tidak
bisa melewatinya. Berbeda dengan bagian yang terbuka bagi umum, bagian ini
lebih bersih dan tertata rapi. Kapal yang berisi penumpang bukan penyewa
penginapan, dilarang keras lewat, apalagi bersandar.
Play safe, Nak!:))
Saya jelas termasuk golongan yang hanya bisa duduk di bagian
untuk umum. Apalah saya ini pakai acara sewa penginapan mewah pinggir pantai. Belum
mampu :)). Di bawah rindangnya pepohonan kering menyisakan sedikit dedaunan,
saya dan teman duduk bersama Pak Ahmad, bapaknya Harman. Kami bercerita banyak
hal. Mulai dari kebiasaan Suku Bajo yang terkenal seantero Indonesia sebagai
suku laut sampai cita-cita dan siapa kami.
Enjoy this scenery
Pak Ahmad adalah nelayan ulung, dulunya. Namun, sejak tahu
mengantar wisatawan mampu meraup pundi lebih banyak, aktivitasnya sebagai
pencari ikan ditinggalkan pelan-pelan. Kecuali, jika sedang tidak ada tamu, beliau
baru berangkat melaut. Upah yang dia dapatkan dalam sehari mengantar tamu bervariasi.
Tergantung mengantar tamu yang langsung datang ke kapalnya atau via pengelola
jasa travel. Untuk sekali mengantarkan turis ke satu pulau, Pak Ahmad dengan
kapal kecilnya mematok harga 500 ribu rupiah. Beda lagi jika turis menyewa via
pengelola travel, harga 500 ribu rupiah akan dibagi berdua, 300 ribu untuk Pak
Ahmad, sisanya untuk travel.
Pak Ahmad dan perahunya
Di bawah rindangnya ranting pohon bidara, obrolan dengan Pak
Ahmad cukup melenakan. Meski berkulit gelap, orang Flores itu asli ramah. Kasih
senyum, deh, mereka pasti senyum balik dan asyik diajak ngobrol. Ini yang saya
suka dari jalan-jalan, kenal dengan penduduk lokal. Nggak melulu berkecimpung
dengan orang di sekitar Surabaya saja. Bosan.
Semiberantakan tapi meneduhkan
Pulau Bidadari siang menjelang sore itu sejatinya ramai. Pemandangan
bawah airnya dikenal memikat. Tapi bersantai di tepian pantai ternyata juga
sama menggiurkan. Asyik gitu.
Catch me if you can!:))
Comments