Tamasya dan Baper di Tanjung Bira Bulukumba


Tanjung Bira yang bikin baper

Banyak orang mengatakan, belum lengkap jika ke Makassar tidak singgah ke Tana Toraja (yang letaknya 8 jam perjalanan darat ke Utara Makassar) dan Bulukumba (terletak 6 jam perjalanan darat ke Selatan Makassar). Maka, ketika saya menyusun itinerary sendirian, agak begidik ngeri-ngeri sedap membayangkan kondisi sopir elf yang disewa dan kami bersepuluh. Bayangkan betapa ngerinya perjalanan darat lintas kabupaten kota yang-serius-saya-males-mengulang-lagi.

Nama surga itu adalah Tanjung Bira. Setelah menempuh perjalanan darat 14 jam dari Tana Toraja, akhirnya kami sampai dengan posisi badan remuk redam. Namun seketika terpukau dengan pesona alam yang disajikan.

Gulali awan Tanjung Bira

Langit biru, air laut kehijauan, pasir putih, awan menggumpal ombak tenang, angin semilir.

Berani bertaruh, jarang ada manusia mana pun yang tidak menikmati suasana syahdu tersebut. Apalagi saya. Langsung baper. Nggak mau pulang.

Cuaca siang itu terik. Pantai yang ada di ujung Selatan Sulawesi Selatan ini tak begitu ramai. Hanya ada beberapa orang penjaja perahu menawarkan jasa sewa sekaligus perlengkapan snorkling. Kulitnya menghitam legam namun ramah. Keramahan inilah yang bisa dimanfaatkan orang-orang seperti saya untuk manawar harga sewa perahu.

Tanjung Bira, Bulukumba

400 ribu adalah harga yang saya sepakati dengan salah satu penjaja perahu. Harga paling masuk akal untuk bersepuluh termasuk peralatan snorkle plus tujuan ke Pantai Bara dan Penangkaran Penyu.

Meski amat terik, Tanjung Bira rupanya tetap menawarkan kecantikan alam yang memesona.

Banyak sekali kapal bersandar di tepian pantai menunggu para pengunjung menggunakan jasanya. Tak sedikit pula pengunjung memilih untuk sekadar bersantai di warung-warung yang menghadap pantai, menikmati tiupan angin berhembus. Tenang.

Kapal yang digunakan umumnya kapal motor dengan dua mesin tempel. Ini yang menjadikan laju kapal amat kencang serupa speed boat. Pak Tatri, pengemudi kapal yang amat baik hati, menyarankan saya agar duduk di haluan menghadap laut. Beliau berjanji memberi kejutan.

Rupanya kejutan itu berupa kecepatan kapal tinggi yang membuat kapal serupa terbang di atas air. Saya tertawa-tawa girang meminta laju semakin tinggi. Pak Tatri tahu sekali kalau penumpangnya agak gila dan nggak suka deru kapal yang monoton juga lambat, haha.

Terumbu karang di Tanjung Bira masih sehat

Karang yang masih hidup

Underwater Tanjung Bira sangat cantik.

Sebetulnya saya berniat untuk mencoba merasakan diving di sini. Tapi berhubung jam sudah menunjukkan pukul dua siang dan mengingat teman-teman hanya tertarik untuk snorkling, saya pun menunda wish list kali ini. Oh ya, di Bira hanya ada satu operator diving, Bira Dive Site, yang beroperasi. Letaknya sejajar dengan tempat saya berkenalan dan melobi Pak Tatri, di ujung dermaga pandang Bira.

Satu persatu kami nyemplung ke air. Girang tentu saja. Setelah badan babak belur dihajar perjalanan panjang tapi kisruh akhirnya kami bertemu air! Sudah seharian kami tidak mandi—tapi tentu tetap menawan, haha.

Snorkling di Tanjung Bira bikin lupa daratan

Suka!

Banyak koral dan ikan berwarna-warni yang menemani kami bermain-main di air selama satu jam. Lupakan badan remuk, lupakan pekerjaan, apalagi tugas kuliah. Nikmati saja apa yang ada di laut.

Bermain-main di air seringkali membuat lupa waktu. Hanya mendung, langit yang memudar, dan air hujanlah yang mampu membuyarkan keceriaan kami di tengah laut. Buyar sebuyar-buyarnya karena seketika otomatis ombak semakin tinggi. Berteduh di kapal terlalu beresiko. Setelah kurang lebih satu jam di air, kami memutuskan untuk berteduh dan makan siang di Penangkaran Penyu.

Mendung, kapal, dan banana boat

Sekembali dari laut, kami menetap di Bira untuk sementara waktu. Menunggu sunset yang terkenal amat memukau. Di Tanjung Bira, sunset tidak hanya cantik tapi eksotis. Langit tak lagi biru. Namun berubah menjadi violet berpadu cahaya jingga keemasan. Tak banyak suara pengunjung bercengkrama kala itu. Menjadikan Tanjung Bira adalah spot berdiam diri menunggu matahari tenggelam paling saya favoritkan.

Sunset di Tanjung Bira

Jingga dan violet!

Sunset yang pas buat menyepi

Untuk mencapai Tanjung Bira ada kendaraan umum namun hanya sampai pukul tiga sore. Konon, jalanan dari dan menuju Bira melewati Janeponto dianggap paling horor untuk dilewati. Pak Aksan, sopir elf kami, mengakuinya. Banyak begal jalanan yang membuat angkutan umum dan mobil pribadi menghindari Janeponto di atas pukul sembilan malam. Makanya, sepulang dari Bira, badan kami kembali hancur lebur saking ngebutnya mobil yang dikendarai Pak Aksan menghindari Janeponto lewat pukul sembilan.

Jadi, kalau ingin melihat sunset syahdu dan menenangkan, masukkan Tanjung Bira, Bulukumba, Sulawesi Selatan ke dalam travel list kalian ya. Dijamin baper!


Kontak Pak Tatri (0852-9972-8534)

Comments

Popular posts from this blog

Pengobatan Anak Alergi: Skin Prick Test dan Imunoterapi

Pengalaman Menginap di Bandara Ngurah Rai Bali

Mengajak Bayi Naik Bianglala Alun-alun Kota Batu