Tentang Kampanye Hari Pertama Sekolah


Hari pertama sekolah di TK nol kecil :)))

Seminggu terakhir, SE Kemdikbud 4/2016 yang berisi tentang himbauan mengantar anak di hari pertama sekolah, menjadi viral. Saya yang belum berkeluarga, apalagi punya anak, jadi nggak begitu ngeh sama yang begitu.

Tapi saya punya Tita, si bungsu yang sering saya jadikan kelinci coba:)).

Pagi tadi seperti pagi lima tahun terakhir. Saya mengantar Tita berangkat sekolah. Pagi ini adalah pagi pertamanya duduk di bangku kelas enam. Ya, Tita ternyata sudah remaja! Saya juga baru sadar kalau ternyata time really flies so fast.

Pemandangan hari pertama sekolah Tita pagi tadi seru. Halaman sekolah yang sempit seketika penuh sesak dipadati mobil dan motor yang berjajar. Ditambah hujan yang mengguyur. Matjet!

Banyak orang tua mengantar anak mereka (yang entah siswa lama atau baru) sambil berjajar di depan dua pintu gerbang utama. Menenangkan anaknya yang rewel atau hanya sekadar mengantar untuk masuk. Satpam-satpam pun dibuat repot. Antara mengatur lalu lintas di halaman sekolah atau memastikan mereka tidak kehujanan.

Agaknya, para orang tua ini memahami Isi dari SE Kemdikbud tadi. Makanya, mereka rela meluangkan waktu untuk mengantar anak di hari pertama sekolah. Tujuannya, tentu selain mengenalkan anak pada lingkungan baru, juga memastikan anak nyaman bergaul dengan kawan barunya. Fungsi orang tua datang mengantar di hari pertama sekolah ini juga vital. Orang tua juga harus mengenal siapa wali kelas anak selama satu tahun ke depan. Dengan menjalin komunikasi antara guru dan wali murid, anak akan merasa nyaman untuk belajar.

Berbalik ke zaman saya sekolah. Dulu, saya selalu diantar ke sekolah oleh Ayah sejak TK-SMP. Ayah tidak pernah absen mengantar kecuali jika sedang dinas luar kota atau sakit. Tapi itu jarang.

Di hari pertama sekolah, ibu saya juga ikut mengantar. Fungsinya jelas, Ibu berkenalan dengan wali kelas dan menitipkan anak-anaknya ke sekolah untuk beberapa saat. Secara kasar, bukankah memang demikian fungsi sekolah? Orang tua sibuk bekerja, anak dititipkan ke sekolah untuk belajar.

Diantar sekolah buat saya itu menyenangkan. Ayah saya bukan tipikal orang yang banyak bicara. Setiap saya turun dari motor untuk salim, Ayah sering bilang, "Jangan nakal," atau "Sekolah yang pinter," atau "Jangan lupa baca robbishrohli..." atau "Jangan nyontek," dan sebagainya. Ayah jarang berpesan berkalimat-kalimat sampai berbusa, yang penting diingat dan diterapkan sama anak-anaknya. As simple as that.

Dulu, saya tidak pernah berpikir alasan kenapa Ayah selalu mengantar sekolah. Yang ada di pikiran saya, Ayah mengantar sekolah karena kantornya memang searah dengan sekolah. Tapi belakangan saya tahu, ternyata fungsi Ayah mengantar sekolah itu bisa mengasah kepekaan dan menumbuhkan rasa percaya diri anak. Anak juga menjadi punya sisi sensitif dan kasih sayang pada sesama.

Percaya nggak, saya yang judes dan galak begini ternyata suka mellow dan merasa kasihan sama orang lain, nurun dari siapa? Dari Ayah!

Ayah selalu mengajarkan jadi anak jangan galak dan judes (walaupun pada akhirnya ini jadi karakter :p). Tapi sisi sensitif saya di luar kodrat sebagai perempuan diajarkan oleh Ayah. Yaaah, Ibu juga, sih. Cuma Ayah seriiing banget ngingetin buat "jangan... bla," "sebaiknya nggak begitu..." dan bagaimana cara bergaul yang baik dan benar. Tentu paham, kan, kualitas seseorang itu bisa dilihat dari siapa teman-temannya?

Pada akhirnya, memang sifat Ibu yang paling mendominasi di kehidupan saya. Tapi terlepas dari apa yang tidak saya temukan di Ibu, semuanya saya temukan di Ayah. Fungsi orang tua menjadi seimbang kalau keduanya saling bekerja sama demi anak mereka. Beda lagi kalau orang tua berpikiran jika tugas mendidik anak hanyalah tugas Ibu. Coba, deh, bayangkan gimana capeknya jadi Ibu kalau semua hal dikerjakan sama Ibu?

Ibu saya bukan ibu yang perkasa karena tetap saja selalu membutuhkan bantuan orang lain untuk beberes rumah. Ibu bekerja tapi nggak pernah lupa anak, apalagi suami. Ibu bekerja juga karena membantu Ayah, selain untuk media aktualisasi diri. Selama peran ibu untuk menyeimbangkan keluarga, rasanya nggak ada salahnya juga, wanita dengan surga di telapaknya itu bekerja.

Makanya, senang juga pas tahu ada SE Kemdikbud tersebut. Makin senang pas tahu kalau ada beberapa Pemda dan kantor yang mengizinkan pegawainya untuk izin demi mengantar anak sekolah di hari pertama sekolah. Yaaa, walaupun, sebenarnya, menurut saya, tanpa adanya SE tersebut, bukankah mengantar anak ke sekolah di hari ke berapa pun itu adalah tugas orang tua?


Simas baru masuk SD:D

Comments

Popular posts from this blog

Pengobatan Anak Alergi: Skin Prick Test dan Imunoterapi

Pengalaman Menginap di Bandara Ngurah Rai Bali

Makanan Khas Negara ASEAN Ini Jangan Sampai Kamu Lewatkan