Melihat Lebih Dekat Rumah Tongkonan di Tana Toraja
Tongkonan di Kete Kesu
How to get there?
Untuk mencapai Tana Toraja bisa ditempuh dengan dua jenis
kendaraan. Satu, dengan menggunakan bus ekskutif seharga 200-250 ribu rupiah
sekali perjalanan. Yang kedua, bisa menggunakan mobil carteran dengan biaya
yang tentu saja lebih murah. Lama waktu perjalanan dari Makassar ke Tana Toraja
sekitar delapan jam. Makanya, saya sarankan untuk mengambil perjalanan pada
malam hari biar bisa tidur nyenyak. Sebab, sesampainya di Tana Toraja atau
sebaliknya tubuh dalam keadaan segar bugar.
What to do in Tana Toraja?
Tongkonan di Desa Sa'dan Malimbong, Toraja Utara
Apa yang membuat kalian tertarik ketika mendengar Tana
Toraja disebut? Kalau saya, jelas rumah tongkonannya. Berdasarkan buku dan
artikel yang pernah saya baca, ada banyak sekali ragam unik hadir dari sebuah
rumah tongkonan. Mulai dari sejarah hingga bagaimana konflik adat yang bisa
bermula dari sebuah rumah.
Maka wajibkanlah mampir ke Desa Sa’dan Malimbong di Toraja Utara (HTM: IDR 6K/ orang) untuk melihat
lebih dekat bagaimana rupa rumah tongkonan. Coba hitung ada berapa tanduk
kerbau yang terpajang di depan tiap rumah. Semakin banyak tanduk kerbau
terpasang berarti keluarga tersebut sering menggelar ritual adat dan cukup
terpandang. Karena jumlah tanduk kerbau menggambarkan kekayaan satu keluarga.
Tongkonan adalah rumah adat Suku Toraja
Ukiran kayu pada rumah tongkonan
Kerbau sangat dihormati oleh masyarakat Tana Toraja. Itulah mengapa
saat kelahiran, pernikahan, dan kematian, masing-masing keluarga seperti
mewajibkan diri untuk menyembelih kerbau dan babi. Bahkan, adat membuat
masyarakat setempat memilih untuk menunda suatu perayaan jika belum memiliki
cukup uang untuk membeli kerbau. Kenapa kerbau? Karena kerbau dianggap sebagai
hewan suci yang bisa mengantarkan arwah ke puya—alam
arwah. Semakin banyak kerbau yang disembelih, semakin cepat arwah sampai.
Tanduk kerbau lambang kehormatan keluarga
Di antara perayaan itu, yang paling menarik tentu saja saat
ritual pemakaman jenazah. Nggak heran jika ritual pemakaman Suku Toraja seringkali
dijadikan ajang promosi wisata budaya pemerintah setempat. Suku Toraja masih memertahankan
adat memakamkan jenazah dengan hanya diletakkan pada goa, tebing, pepohonan,
atau makam berukir. Semakin tinggi jenazah diletakkan—misalnya pada percabangan
pohon—semakin tinggi pula derajat dari jenazah itu. Misalnya, dari kaum
bangsawan. Perkuburan yang tinggi konon membantu arwah untuk sampai lebih cepat
ke puya.
Menuju puya
Perkuburan di atas tebing
Dari Desa Sa’dan di Toraja Utara, kalian bisa melanjutkan
perjalanan ke Kete Kesu (HTM: IDR 10K/
orang) yang letaknya tidak begitu jauh. Kete Kesu adalah sebuah perkuburan bagi
suku Toraja. Perkuburan yang dimaksud adalah sebuah goa dengan sejumlah tulang
belulang di dinding atau lubang-lubang goa. Tulang belulang itu sudah tidak
bisa dikenali—atau mungkin hanya keluarga saja yang tahu. Tapi, penduduk
setempat bilang, kalau tulang belulang menunjukkan jenazah yang meninggal sudah
berumur ratusan tahun.
Peti-peti jenazah kaum 'biasa'
Tengkorak berusia ratusan tahun
Bagi keluarga berada atau yang sangat kaya raya, jenazah
bukan hanya diletakkan pada tempat yang tinggi, bisa jadi diletakkan pada makam
berukir. Di luar makam disertai dengan tau-tau
atau patung kayu yang dibuat mirip dengan almarhum semasa hidup.
Tau-tau
Selain Kete Kesu, perkuburan serupa juga ada di Londa. Silakan mampir ke salah satu di
antaranya. Oh ya, jangan lupa untuk membeli oleh-oleh berupa kain tenun khas
Toraja yang dijual oleh para perajin. Jika dibandingkan dengan harga di pasar,
harga di pasar memang lebih murah, sih, hehe. Ada juga batik dengan ukiran khas
Tana Toraja. Tapi tahukah kalian, kalau ternyata batik tersebut diambil dari
Surabaya karena di Toraja tidak ada industri batik printing.
Tenun khas Toraja
Nenek Panggau, penenun iconic di Desa Sa'dan
Halal Food
Sepanjang perjalanan di Toraja, saya jarang menemukan
makanan halal. Wajar, karena di sana mayoritas penduduknya beragam Kristen. Tapi
bukan berarti tidak ada makanan halal sama sekali. Karena ada beberapa katering
muslim rumahan yang jelas menyediakan menu halal. Semalam di Toraja, saya
mencicip makanan Dangkot, daging bebek yang dikukus lalu digoreng dengan bumbu
pedas sampai kering. Rasanya? ENAK GILA!
Dangkot yang nggak representatif, haha
Tempat wisata di Toraja nggak cuma itu aja. Ada beberapa
destinasi lain seperti Gunung Singki’, Patung Yesus yang mirip di Brazil, Air
Terjun Sarambu Assing, Bori Parinding, Batutumonga, dan rangaian festival adat
yang rutin digelar setiap tahunnya.
Nah, gimana? Tertarik buat ke Tana Toraja? Selamat berakhir
pekan!
We're happy yet crazy :))
Comments