Jalan-jalan Santai ke Kota Tua Jakarta


Minggu lalu saya berkesempatan datang ke Jakarta dalam rangka mengikuti pelatihan. Ada waktu dua hari yang longgar. Saya pun langsung kontak teman untuk berjumpa di Kota Tua. Alasannya simpel, karena saya belum pernah ke sana dan penasaran:))).

Saya bertemu dengan Pakde dan Iwan dengan meeting point di Museum Bank Indonesia.


Kawasan Kota Tua ternyata tak lain dan tak bukan kawasan lama Batavia. Kalau di Surabaya, sebelas-dua belaslah sama daerah Surabaya Utara. Didominasi bangunan berarsitektur kuno Belanda yang khas dan mudah dikenali. Hanya saja, kawasan ini tersentralisasi. Jadi sepanjang jalan ya bangunan tua aja. Nah, karena sudah menjadi kawasan wisata, jadi banyak sekali pedagang yang menjajakan dagangannya. Dominan, sih, penjaja tato temporer dan kafe-kafe dengan dekorasi unik. Tapi yang nggak kalah banyak adalah grup pengamen. Buanyaaak banget anak-anak muda ngamen di sekitar sana.


Karena saya hanya menuntaskan hasrat terpendam yakni, jalan-jalan keliling Kota Tua, maka jadilah kegiatan kami benar-benar cuma jalan kaki sambil ngobrolin hal nggak penting yang bikin ketawa-ketawa.


Jadi, di Kota Tua Jakarta itu ada banyak spot menarik yang bisa diabadikan. Banyak banget museum yang bertebaran di wilayah ini. Ya, bisa dibilang kalau kawasan Kota Tua merupakan komplek museum-museum. Saya nggak hapal ada museum apa saja. Sebab saya hanya kenal satu museum paling tersohor yakni Museum Fatahillah. Yakinlah kalau di antara kalian pasti minimal pernah mendengar museum ini.

Museum Fatahillah merupakan bangunan utama yang ada di Kota Tua. Bangunan bergaya Belanda ini mulai dibangun pada abad ke-17 dan difungsikan sebagai kantor gubernur. Tetapi sejak masa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin tahun 1974 fungsi gedung dialihkan menjadi Museum Sejarah Jakarta. Museum ini menyimpan banyak cerita tentang sejarah Jakarta sejak masa Batavia.


Saat sore menjelang, kawasan ini ramai mampus. Dan akan semakin mampus kala malam menjelang. Ya, maklum, tempatnya memang cukup enak buat leha-leha... kalau nggak hujan.

Mau agak ngehits? Kalian bisa sewa sepeda dan topi warna-warni yang banyak dijajakan oleh masyarakat lokal. Di daerah situ juga ada manusia patung berbusana kolonial. Tapi untuk mengabadikan momen bersama manusia patung, sebaiknya kalian memberi uang tips ya.



Puas keliling, kami berniat untuk naik KRL dari Stasiun Kota. Nah, di persimpangan jalan saya menemukan gerobak pedagang roti keliling yang sebelumnya sudah menarik perhatian. Namanya Roti Liong. Seingat saya, saya pernah membaca sekilas tentang sejarah roti ini. Makanya, begitu menemukan pedagang Roti Liong kedua, saya langsung menghentikan langkah.


Roti Liong berdiri sejak tahun 1960-an di daerah Jakarta Barat. Resep roti bertekstur tidak terlalu empuk dengan rasa khas membuat roti ini masih awet dan banyak dinikmati oleh masyarakat. Isiannya cukup sederhana, tidak muluk-muluk seperti roti kekinian. Hanya cokelat, kelapa, dan keju, yang kala itu masih tersisa plus roti tawar. Harganya murah, hanya tiga ribu rupiah perbiji. Salah satu pedagang yang saya temui kala itu bercerita, kalau dirinya telah berdagang keliling membawa Roti Liong sejak dua puluh tahunan yang lalu. Modernisasi zaman diakuinya membuat omset penjualan terus menurun. Bagus kalau dalam sehari ada tujuh puluh roti terjual. Itu saja jarang.


Sambil berjalan ke Taman Stasiun Jakarta Kota menuju Stasiun Kota, saya menenteng dua roti rasa coklat dan keju yang telah dibeli. Makin penasaran dengan rasanya. Memutuskan untuk berhenti di bawah masjid, saya membuka plastik berisi Roti Liong segera mencobanya. Gigitan pertama saya rasakan enak untuk ukuran roti zaman dulu. Ukuran roti yang cukup besar dengan harga murah membuat sepintas saya berpikiran, "untung berapa perbijinya jika 70 roti jarang terjual?"

Modernisasi membuat siapapun mau tak mau harus mengalah. Puas menikmati roti, kami langsung menuju stasiun, men-tap kartu, dan memilih KRL sesuai tujuan. Kota Tua cukup membuat sore saya terwarnai. Lumayan juga berkeliling sore hanya sekadar menikmati suasana lain dari Kota Surabaya tanpa melakukan hal apapun.

Jakarta.



Comments

Weekend Mulu said…
jadi teringat pengalaman dulu begadang disini ampe pagi hehehe memang kota yang tak pernah mati, kalau di jakarta kota tua kalau di semarang kota lama juga hampir mirip bentuk bentuk bangunannya
Atiqoh Hasan said…
Mirip-mirip yaa, namanya juga sama2 peninggalan londo :)). Yg penting asik dipake buat hangout :))

Popular posts from this blog

Pengobatan Anak Alergi: Skin Prick Test dan Imunoterapi

Pengalaman Menginap di Bandara Ngurah Rai Bali

Mengajak Bayi Naik Bianglala Alun-alun Kota Batu