Posts

Showing posts from 2020

Belajar Bertahan Hidup di Tengah Pandemi Covid-19

Image
Gedung RSKI khusus pasien Covid-19 Sembilan bulan berlalu. Pandemi bak sembilu. Ditunggu segera berlalu. Namun justru mirip benalu. Pilu.  Jujur, pandemi membuat saya banyak belajar hal baru. Entah tentang keikhlasan, kesabaran, atau mencoba sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.  Teringat di awal tahun menyambut hari dengan penuh optimisme. Merancang banyak momen kebersamaan. Perlahan surut menjadi sebuah ketakutan, keputusasaan. Namun belajar untuk bertahan menjadi keniscayaan.  Awal Maret Covid 19 kali pertama diumumkan pemerintah. Pengumuman yang terlambat karena sebuah kecerobohan. Penanganan pandemi yang tak logis membuat seluruhnya tampak main-main. Namun gelombang pemutusan hubungan kerja terus menghantam.  Ingat sekali mimpi buruk itu menerjang di malam-malam panjang. Ketika kali pertama diumumkan gaji bulanan akan dipangkas. Menyusul sejumlah rekan yang dirumahkan. Gemetar. Khawatir. Terseret hingga alam bawah sadar. Makan tak selera. Emosi menjadi labil.  Saya tak s

Mancal Kulineran: Nasi Cumi Pasar Atum Ibu Atun

Image
Mancal amatiran Delapan bulan pandemi dan saya masih di Surabaya. Luar biasa. Jarang-jarang saya bisa betah goleran di rumah aja dalam kurun waktu selama itu. Kalau nggak karena pandemi, yaa nggak bakalan betah di rumah aja, wkwk. Karena saya sudah mulai sangat bosan di rumah aja, maka saya berinisiatif untuk melakukan hal berbeda. Ya kali delapan bulan pandemi hidup saya nggak ada manfaatnya sama sekali selain goleran dan males-malesan. Maka, ketika suami membelikan sepeda bekas dan smartband, saya pun mengajak untuk mancal bareng-bareng. Sementara Elif dititipin Ummah bentar. Kami pacaran dulu 😚. Pacaran tipis-tipis Rute mancal yang saya rencanakan adalah Jalan Gula, kawasan kota lama Surabaya gitulah. Niatnya memang cuma mau mejeng sepeda lalu jepret di tembok legendarisnya Jalan Gula. Habis itu bablas. Tapi, karena jam sudah menunjukkan waktunya saya makan, akhirnya kami melipir. Melipirnya sebenernya mau ke Nasi Cumi kaki lima yang buanyak ditemukan di sekitar Pasar Atum

Ketika Ibuku Positif Covid-19

Image
Perawat juga berjemur Sudah lebih dari enam bulan pandemi berlangsung. Tidak ada tanda-tanda kasus menuju puncak klasemen. Apalagi kurva berbelok. Semuanya masih semu. Ditambah kebijakan pemerintah yang tewur membuat masyarakat menganggap Covid-19 telah lenyap. Kehidupan berangsur-angsur kembali seperti sedia kala. Meski tak sepenuhnya normal.  Namun, percayalah, sesungguhnya petaka itu justru kian dekat. Melekat pada denyut nadi kehidupan sehari-hari. Covid-19 itu nyata. Berhenti menganggap Covid-19 adalah konspirasi. Sampai kalian, teman, atau keluarga kalian yang terkonfirmasi positif Covid-19. Kalau kalian saat ini merasa sehat tanpa masker, tanpa menjaga jarak, tanpa peduli mencuci tangan dengan sabun sesering mungkin, itu bukanlah karena beruntung. Tapi justru karena belum. Tunggu waktunya saja. Sudah sejak awal pandemi saya mengantisipasi keluarga untuk mentaati protokol kesehatan. Saya membelikan masker kain dan masker medis untuk kedua orang tua yang sama-sama rentan.

Berkah Pandemi: Berhasil Menyapih dengan Cinta dan Toilet Training

Image
My baby grow up fast   Sudah dua bulan lebih pandemi tak kunjung reda. Tapi saya yakin, every single thing has a reason. Pandemi tak melulu soal aktivitas kita yang menjadi terbatas. Tapi bagaimana kita mensyukuri apa yang ada di tengah pandemi. Dua hal yang sangat saya syukuri selama pandemi adalah: Elif berhasil toilet training dan menyapih. Alhamdulillaah, tanpa kesulitan sama sekali, dua hal yang sebelumnya saya kira sangat sulit dilakukan, malah menjadi sangat mudah dikerjakan. Main terus   sama ibu Memang, selama pandemi saya lebih banyak di rumah. Otomatis perhatian saya jadi lebih banyak ke Elif. Saya pun bertekad untuk mencoba mengajak Elif agar siap tanpa popok. Sebenarnya, afirmasi terkait lepas popok sudah saya lakukan sejak Elif belum genap umur dua tahun. Saya sampaikan, kalau dia sudah besar, mandiri, dan bukan bayi lagi. Tapi kala itu saya belum serius niat lepas popoknya Elif. Baru benar-benar niat saat pandemi. Hanya butuh waktu tiga hari bagi Eli

Cerita Menjadi Orang Dalam Pemantauan Covid-19

Image
Penang Hari ini adalah hari terakhir saya menjalani masa inkubasi. Sebagai informasi, masa inkubasi saya lakukan karena dalam kurun waktu 14 hari ke belakang, saya baru datang dari Penang, Malaysia, bersama anak dan suami. Tepatnya 7 Maret lalu. Seharusnya, pada masa inkubasi saya menginkubasi diri sendiri dan keluarga di rumah. Karantina mandiri istilahnya. Tetapi, karena saya harus tetap bekerja, maka solusinya adalah bagaimana caranya saya harus tetap sehat dan tidak menunjukkan gejala demam, batuk, pilek, panas, dan sesak. Selama satu bulan penuh, tercatat mulai 14 hari sebelum keberangkatan, saya dan keluarga mengkonsumi vitamin C serta sangat menghindari makan makanan dan minuman yang berpotensi membuat peradangan. Simpel, jika radang terjadi, bakteri dan virus akan sangat mudah menginfeksi. Imunitas tubuh menjadi lemah, rentan terkena penyakit. Saya pun sangat menjaga bagaimana caranya supaya saat traveling ke Penang di tengah corona outbreak tetap aman. Saya tidak pe

Ye Tian Gu Zhai: Desa Suku Minoritas Li dan Miao di Hainan

Image
Ye Tian Gu Zhai   Berkunjung ke Hainan nggak melulu semua tempat wisata saya suka. Nggak melulu sebel juga gegara random check 🤪. Tapi ada yang paling saya suka. Yaitu di Ye Tian Gu Zhai atau Ye Tian Minority Village. Sebuah tempat wisata yang menghadirkan eksotisme suku minoritas yang ada di Hainan. The mooost I loved selama di China ya di sini. Suka, deh, ketemu sama Suku Li dan Miao buat tahu keseharian mereka. Suku Li Jadi, Suku Li dan Miao adalah dua dari lima puluh enam suku yang ada di Hainan. Suku Li dan Miao ini suku minoritas. Nggak banyak turunan dari kedua suku tersebut. Lupa, deh, suku terbanyak apa namanya. Suku Han? Entahlah. Foto keluarga 🤪 Masuk ke Desa Minoritas Suku Li dan Miao ini seru sekali. Pengunjung diharuskan untuk bernyanyi terlebih dahulu sebagai salam pembuka. Jika pemilik rumah berkenan, mereka akan ikut bertepuk tangan dan berdendang. Nyanyi bareng Nggak cuma itu, pengunjung juga akan dijewer telinganya sebagai bentuk peny

Menyapa Pagi di Pantai Klui Lombok

Image
Klui beach   Hari sudah pagi ketika kami bangun membuka mata. Maklum, semalam baru sampai hotel tepat pukul 12 malam. Jarak bandara dengan hotel yang jauh membuat saya, apalagi Elif, tak menikmati perjalanan. Apalagi hari sudah sangat larut. Mau menikmati apa? Kami menginap di Diva Lombok Resort. Resort yang sangat affordable di kantong dan pelayanannya memuaskan. Tapiii, first thing first, yang paling saya suka adalah lokasinya yang sangat dekat dengan pantai. Main air   Memang nggak sedekat saat di Mola2 Resort . Tapi sama-sama bisa dijangkau hanya dengan berjalan kaki. Tepat di depan hotel, tinggal jalan kaki sebentar, sampai sudah di Pantai Klui. Oh ya, resor kami berada tepat di depan Jeeva Klui, jadi kalau ada yang tanya, "Mau pindah menginap dimana?" Pasti saya jawab, "Di Klui," maksudnya di Diva Lombok, tapi interpretasi orang kalau di Klui ya Jeeva. Serupa di suara tapi tak sama di kantong, wkwkwkwk. Tapi, toh, saya nggak bohong juga, kare